[KBR|Warita Desa] Staf Khusus Presiden bidang Perdamaian dan Toleransi, Ayu Kartika Dewi mengatakan, perdamaian bisa tercipta dari pemikiran kritis. Hal itulah yang selama ini ia perjuangkan bersama beberapa komunitas toleransi dan perdamaian besutan anak muda Indonesia.
Dengan pengalaman itu, ia berharap mampu memberi solusi-solusi bagi perdamaian di Indonesia.
“Kalau saya pribadi dan temen-temen percaya sekali bahwa kita penting untuk punya twenty first century skill, jadi ada 4 C mulai dari critical thinking, creativity, Communication, sama Collaboration. Nah kita percaya kalo orang-orang bisa berpikir kritis, Indonesia harusnya akan lebih maju. Dan karena saya peduli banget dengan perdamaian, kalau orang bisa berpikir kritis bisa berkolaborasi itu harusnya Indonesia bisa lebih damai. Jadi kalau kita ngomongin toleransi itu sebenernya engga jauh-jauh dari kemampuan orang berpikir kritis.” Ujar Ayu, di Istana Merdeka, Kamis (21/11/2019).
Ayu merupakan pendiri dari lembaga Sabang Marauke. Lembaga nirlaba itu berfokus pada toleransi, keberagaman dan perdamaian. Ketertarikannya pada perdamaian dimulai ketika ia mengikuti program Indonesia Mengajar 1.
Ayu mendapat tugas di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Menurut Ayu di tempatnya mengajar masih banyak anak-anak yang trauma akibat kerusuhan antaragama di Ambon pada 1999.
Dari situlah Ayu tertarik untuk menyemai perdamaian lewat gerakan lembaganya. Agar tidak ada lagi trauma berkepanjangan yang dirasakan generasi muda.
Pendidikan Berbasis Teknologi
Staf Khusus Presiden bidang Pendidikan, Adamas Belva Syah Devara mengatakan keinginannya untuk menjadikan semua bidang berbasis teknologi. Terutama menurutnya dalam hal pendidikan, Indonesia harus mulai menerapkan cara-cara baru agar tidak tertinggal dengan negara lain dalam pemanfaatan teknologi.
“Masing-masing dari kami juga punya rasa yang berbeda, Jadi kalau saya mungkin kemasannya pasti teknologi, inovasi. Karenakan sekarang disrupsi itu di semua sektor. Kalau saya di ruang guru tentunya di pendidikan. Dan mungkin ini kita juga harus berpikir, digital delivery of public services itu mungkin di bidang healtcare atau kesehatan, di bidang finance atau tax perpajakan dan yang lain. Mungkin kita bisa bantu untuk berpikir apa sih cara-cara barunya, apa sih pengaplikasian teknologi yang bisa kita lakukan di negara ini, jadi kita tidak tertinggal dari negara-negara lain.” Ujar Belva, di Istana Merdeka, Kamis (21/11/2019).
Belva yakin bahwa ia dan keenam rekannya mampu menarik perhatian kaum muda agar tidak apatis dengan politik dan mau ikut berkembang bersama.
“Rasanya tidak terbayangkan di pemerintahan sebelumnya atau bahkan di negara-megara lain anak-anak muda seperti kita, masuk ke ring satunya istana. Dan ini merupakan suatu komitmen besar juga dari Bapak Presiden, bahwa anak-anak muda ini, anak-anak milenial ini juga harus ikut serta dalam kebijakan publik yang tadinya mungkin apatis sekarang tidak boleh apatis lagi gitu.” Ujar Belva.
7 Staf
Presiden Joko Widodo mengangkat tujuh staf khusus baru dari kalangan milenial. Mereka adalah Ayu Kartika Dewi, Putri Indahsari Tanjung, Gracia Billy Mambrasar, Aminudin Maruf, Angkie Yudistia, Adamas Belva Syah Devara dan Andi Taufan Garuda Putra.
Dari generasi milenial ini, Jokowi ingin mendapatkan gagasan-gagasan baru yang inovatif dan kreatif
“Cara-cara yang out of the box, yang melompat untuk mengejar kemajuan negara kita. Saya juga minta mereka menjadi jembatan saya dengan anak-anak muda, para santri muda, para diaspora yang tersebar di berbagai tempat," kata Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (21/11/2019).
Jokowi menyebut bakal rutin berdiskusi dengan mereka. Namun, ketujuh stafsus milenial itu tidak bekerja penuh waktu bersamanya, lantaran mereka masih memiliki aktivitas di luar.
"Ketujuh anak muda ini akan menjadi teman diskusi saya harian, mingguan, bulanan memberikan gagasan segar yang inovatif," tutur Jokowi.
Jokowi langsung mengenalkan ketujuh anak muda tersebut di Istana Merdeka, Ka