[Solider|Warita Desa] Melaksanakan tatanan pembangunan yang efektif, efisien, tepat guna dan inklusi merupakan harapan terbesar dari sebuah negara. Instansi pemerintah terkait sebagai lembaga yang melaksanakan program tersebut, mejadi salah satu gerbang utama tersedianya hasil pembangunan inklusi serta aksesibel bagi seluruh lapisan masyarakat. Baik di tingkat pusat, daerah atau provinsi, hingga kota-kabupaten, serta turunannya. Pola pembangunan yang diprogramkan hendaknya menyasar pada pemenuhan hak masyarakat difabel.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, Bab IV terkait Pelaksaan Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas diatur dalam Pasal 27, ayat (1) ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi tentang pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.’ Ayat (2) ‘Dalam hal efektivitas pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah dan pemerintah daerah wajib merumuskannya dalam rencana induk.’ Ayat (3) ‘Ketentuan mengenai perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi diatur dengan peraturan pemerintah.’
Tertuang dengan jelas, masyarakat difabel memiliki hak dalam perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi pada setiap program pembangunan, untuk diikutsertakan sebagai subjek atau user yang memiliki kepentingan dalam fungsi dan hasil setiap pembangunan yang dilaksanakan. Dengan demikian, keberadaan masyarakat difabel dalam hal ini dapat diposisikan sebagai partner, kolsultan, atau informan terkait rancangan pembangunana yang aksesibel dan inklusi.
Posisi masyarakat difabel tersebut akan berfungsi untuk mempercepat pembangunan, mulai dari tahap rancangan, pelaksanaan serta uji coba keaksesannya dari hasil pembangunan yang akan digunakan warga secara universal. Selain itu, dapat memangkas waktu pelaksaan pembangunan dan pendanaan menjadi lebih efisien, efektif serta tepat guna, akses untuk seluruh penggunanya.
Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 pada tanggal 2 Oktober 2019 lalu, telah menunjukkan kesungguhan pemerintah dalam berupaya terus menghasilkan program pembangunan yang menuju kepada inklusi.
Presiden RI, Joko Widodo dengan resmi mengesahkan PP Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. PP ini pelaksanaan dari Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi dilaksanakan dalam tingkat nasional dan daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah ini menyampaikan yang dimaksud dengan:
Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Penyelenggaraan adalah pelaksanaan terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas berdasarkan pada rencana induk penyandang disabilitas, rencana aksi nasional penyandang disabilitas, dan rencana aksi daerah penyandang disabilitas provinsi.
Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan Penyandang Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.
Pelindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak Penyandang Disabilitas.
Pemenuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memenuhi, melaksanakan, dan mewujudkan hak Penyandang Disabilitas.
Rencana Induk Penyandang Disabilitas, yang selanjutnya disingkat RIPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan terkait Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.