MojowarnoNEWS - GeNose, alat pendeteksi virus corona penyebab Covid-19 yang dikembangkan para peneliti di Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah menjadi perhatian publik.
Setelah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Kamis (24/12/2020), alat ini akan mulai diproduksi secara massal.
Dalam laman resmi UGM, Ketua tim pengembang GeNose C19, Prof. Kuwat Triyana mengatakan perangkat tersebut mendapat izin edar KEMENKES RI AKD 20401022883.
"Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan luar biasa dari banyak pihak GeNose C19 secara resmi mendapatkan izin edar untuk mulai dapat pengakuan oleh regulator, yakni Kemenkes, dalam membantu penanganan Covid-19 melalui skrining cepat," kata Prof Kuwat.
Biaya tes GeNose C19 dipatok dengan harga antara Rp15.000-Rp25.000. Hasil tes juga dapat langsung diketahui hanya dalam waktu 2 menit dan tidak memerlukan reagen atau bahan kimia lainnya.
"Pengambilan sampel tes berupa embusan napas juga dirasakan lebih nyaman dibandingkan usap atau swab," ungkap Prof Kuwat seperti dilansir dari Kompas TV, Sabtu (26/12/2020).
Teknologi GeNose dalam deteksi Covid-19
Tidak seperti alat tes deteksi Covid-19 seperti PCR test, rapid test berbasis antibodi maupun rapid antigen.
GeNose dikembangkan dengan mengidentifikasi virus coron dengan cara mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC), kata salah satu anggota Tim Pengembangan GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra.
Dian mengatakan bahwa VOC terbentuk oleh adanya infeksi Covid-19 yang keluar saat bernapas.
Uji profiling GeNose menggunakan 600 sampel data valid di Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta.
Orang-orang diperiksa dengan menggunakan GeNose C19 ini lebih dulu diminta mengembuskan napas ke tabung khusus. Selanjutnya, sensor-sensor dalam tabung tersebut akan bekerja mendeteksi VOC, yang kemudian, data yang diperoleh akan diolah dengan bantuan kecerdasan buatan atau artificial intelligent hingga memunculkan hasilnya.
Hanya dalam 2 menit, alat tersebut akan menunjukkan seseorang positif atau negatif Covid-19. Diketahui akurasi GeNose mencapai 97 dalam mendeteksi keberadaan virus corona melalui embusan napas.
Bukan konsep baru deteksi virus corona
Menurut pakar biologi molekuler Ahmad Utomo, alat deteksi Covid-19 yang dikembangkan peneliti UGM tersebut sebenarnya bukan konsep baru di Indonesia. Bahkan, sudah banyak diteliti oleh negara lain, seperti Singapura.
"Namun inovasi GeNose mampu membuat alat yang portable. Itu yang menarik," kata Ahmad yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Konsep deteksi Covid-19 pada alat ini, menurut Ahmad, sangat menarik. Sebab, konsep yang diterapkan GeNose tidak langsung mendeteksi virusnya, melainkan deteksi metabolit gas saat seseorang terinfeksi virus corona.
Ahmad menjelaskan saat manusia bernapas, ada banyak sekali embusan gas organik yang keluar.
"Jadi kalau kita cek dengan mesin, (saat bernapas) ada banyak banget macamnya dan jumlahnya (gas organik). Kelainan metabolik ini yang mereka (tim peneliti UGM) coba rekam," terang Ahmad.
Tak bisa gantikan PCR test
Alat pendeteksi infeksi virus corona, GeNose, ini menjadi inovasi menarik dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19 yang hampir setahun melanda dunia.
Kendati demikian, para ahli masih mengkritisi beberapa hal terkait alat deteksi tersebut.
Ahmad mengatakan masih ada yang perlu disoroti dari inovasi alat deteksi Covid-19 tersebut, yakni soal timeline.
"Yang perlu disoroti, (GeNose) ini kan, sudah dapat emergency use authorization (EUA) dari Kemenkes. Nah, ketika sudah mendapat izin edar, akan ada tantangan di lapangan nanti. Itu timeline-nya seperti apa," ungkap Ahmad.
Timeline yang dimaksud yakni kapan periode yang tepat menggunakan GeNose.
Misalnya, pada tes antigen, yang disarankan digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan wabah. Pasalnya, jumlah partikel virus berbahaya akan tinggi saat infeksi awal terjadi.
"Karena kalau infeksi sudah berjalan 2 minggu, dalam 2 minggu pastinya partikel virus sudah menurun. Nah, bila dua minggu setelah gejala dites antigen, pasti hasilnya negatif," jelas Ahmad.
Sedangkan pada tes antibodi, justru bagus diberikan setelah dua minggu setelah gejala.
Sementara pada GeNose, menurut Ahmad data publikasi alat ini memiliki kelemahan, seperti tidak dijelaskan kapan sebaiknya tes ini dapat digunakan hingga seperti apa relawan yang terlibat dalam penelitian.
Objek studi tidak dijelaskan apakah orang yang terlibat dalam penelitian ini adalah mereka yang tanpa gejala, pasien gejala berat, pasien bergejala sedang atau orang dengan gejala Covid-19 ringan.
Lantas, apakah GeNose bisa menggantikan alat tes deteksi Covid-19 seperti tes PCR atau tes lainnya?
Menanggapi inovasi alat deteksi Covid-19, GeNose yang dikembangkan UGM ini, ahli biologi molekuler Eijkman Profesor Amin Soebandrio mengatakan bahwa alat tersebut tidak bisa menggantikan alat tes berbasis polymerase chain reaction.
"GeNose tidak dapat menggantikan SWAB-PCR test. PCR test masih merupakan Gold Standard. Mungkin bisa menggantikan Rapid Test serologi untuk beberapa keperluan," kata Profesor Amin saat dihubungi Kompas.com, Selasa (29/12/2020).[]
Diolah : dari berbagai sumber