[KBR|Warita Desa]
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menuding pengelolaan lahan gambut yang menyalahi aturan menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Sumatera.
Direktur Utama KKI Warsi, Rudisyaf mengungkapkan pengelola lahan gambut tidak sepenuhnya menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 57 Tahun 2016 tentang pengelolaan gambut.
Rudisyaf menjelaskan, PP tersebut mewajibkan pengelola lahan gambut untuk menjaga muka air gambut minimal 40 centimeter dari permukaan tanah. Sementara itu pengelola juga wajib mempertahankan muka air dalam sekat kanal.
“Pembuktiannya sekarang dengan melihat kejadian kebakaran di daerah gambut, di areal perusahaan dan juga di masyarakat. Berarti ini menunjukkan di lapangan, menaikkan muka air menjadi 40 centimeter belum semuanya berjalan," ungkap Rudisyaf di Sumatera Selatan, Jumat (23/08).
Menyikapi persoalan kebakaran hutan yang semakin meluas, Rudi juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak tegas dalam memberikan sanksi. Ia menilai sanksi yang diberikan kepada pelaku pembakaran tidak jelas dan tidak menimbulkan efek jera.
Pertengahan Agustus 2019 lalu, dengan menggunakan pesawat nirawak, KKI Warsi menemukan bukti lahan gambut yang terbakar berada di areal sejumlah perusahaan. Diantaranya, perusahaan Pesona Belantara, PT. Sumber Nusa Pertiwi (SNP), dan Bahari Gembira Ria (BGR) yang berada di Provinsi Jambi, serta Perusahaan Hijau Bumi Lestari (HBL) dan Gabungan kelompok tani Berkah Hijau Lestari di Sumatera Selatan.
Sementara pemantauan berdasarkan analisis citra satelit landsat TM 8, sudah lebih dari 3000 hektare lahan yang terbakar.
Oleh : Sukmareni
Editor : Ardhi Rosyadi