Solider.id, Surakarta- Bentuk-bentuk rehabilitasi melalui terapi seni untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ada bermacam, salah satunya melukis. Terapi seni atau Art Therapymerupakan disiplin berbeda yang menggabungkan metode kreatif ekpresi dengan media seni visual. Hal tersebut diungkapkan Yogi seniman dari Rumah Banjarsari.
Menurut Yogi, terapi memang tak selalu berkaitan dengan hak-hal serius atau dengan metode monoton yang membosankan dan kadang tidak menyenangkan. Terapi seni dalam psycology today merupakan terapi yang melibatkan penggunaan teknik kreatif, seperti menggambar, melukis, membuat kolase, mewarnai hingga memahat.
Terapi seni membantu orang untuk berekspresi, memeriksa kondisi psikologis melalui karya dan nanti terapisnya akan melihat simbol, memecahkan kode berupa metafora dari pesan yang ada.
Delapan orang dari 50-an rehabilitan RSJD dr. Arif Zainudin tampak melukis dengan media spon/busa dan materi berupa tinta di atas kain kanvas warna cokelat. Rehabilitan laki-laki mengenakan seragam perpaduan hijau muda dan tua sedang rehabilitan perempuan berseragam biru laut.
Hanya delapan orang itu saja yang berminat lalu turut dengan suka rela menuju ruang untuk melukis, sebuah ruang yang tidak begitu luas, tidak lebih dari 5x5 meter. Sementara itu delapan seniman dari Komunitas Seni dan Kriya Rumah Banjarsari mendampingi para rehabilitan, seorang mendampingi seorang. Tampaknya tidak ada kesulitan. Para rehabilitan menyapu kanvas dengan besutan spon secara leluasa. Ada yang berbentuk goresan warna, ada pula yang berpola pemandangan.
Yogi, menyatakan, komunitas seninya bersifat gotong-royong. Para seniman pendamping tidak memaksa mereka harus menyapu tinta tersebut dalam bentu apa pun, semua dibebaskan.
“Dari motif-motif ini bisa dibikin eksplor produk dan kolaborasinya apakah bisa jadi totebag atau noken dan tanggal 29 november nanti jadi give away untuk tamu. Ada seminar kelanjutan, dari program hari ini dan nanti ada presentasinya,” terang Yogi (15/11). Dia berharap, terapi seni dapat mengikis stigma yang dilekatkan pada ODGJ.
Label pada karya Seni Difabel
Ian, seorang aktivis difabel yang pernah berkuliah di institut seni kepada solider menyatakan bahwa sebenarnya tidak penting untuk memberi label karya difabel. Bahkan misalnya seperti yang saat ini sedang di pamerkan berupa Festival Bebas Batas 2019. Label tersebut akan semakin menebalkan stigma bahwa penilaian baik dan buruknya sebuah karya. “Sebab orangnya difabel, kayak begini, begitu,” pungkasnya.
Ian memahami, saat ini di Indonesia isu kesehatan jiwa perlu untuk disuarakan. Terutama jika berbicara berbasis hak, penyebutan bahwa para seniman difabel sesuai dengan perjuangann ketika tujuannya bukan hanya sosialisasi. Namun juga advokasi kepada pemangku kebijakan.[]
Tertarik untuk simak berita dan artikel disabilitas sila klik solider.id
Reporter: Puji Astuti
Editor: Robandi
Rubrik Berita ini, adalah hasil kerjasama website desa mojowarno dengan jaringan berita KBR68H Jakarta, yang dipublikasikan secara merata di seluruh Indonesai. Sehingga isi dan konten yang ada, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari KBR68H