[Solider|Warita Desa] Teknologi bisa merubah lanskap peradaban dengan sangat cepat. Satu dekade yang lalu, ponsel pintar dengan layar sentuh mungkin baru akrab dengan kalangan menengah ke atas. Sekarang, setiap orang rasanya sudah memiliki ponsel pintar. Bagi sebagian orang, teknologi, melalui ponsel pintar maupun yang lain sudah menjadi sumber penghidupan. Sebut saja bagi ojek daring maupun pengusaha daring yang tidak memiliki toko fisik tapi mentereng dengan toko daringnya.
Aksesibilitas juga banyak mengalami gebrakan (breakthrough) dengan andil teknologi. Rekayasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta kesadaran sosial akan hak asasi manusia sudah menghasilkan gubahan teknologi yang mengakomodasi kepentingan difabel. Teknologi telah mendorong desain inklusif bagi difabel selangkah lebih dekat dengan peradaban masyarakat difabel, yang tentunya memberikan banyak manfaat dan kemudahan. Mari kita berandai-andai dan membayangkan rekayasa apa yang akan teknologi berikan di masa mendatang?
Ada beberapa pertanyaan tentang peran teknologi untuk kemaslahatan aksesibilitas dan inklusi. Dalam setiap rekayasa teknologi, apakah projek yang dikerjakan memuat dan merangkul unsur aksesibilitas bagi semua? Bagaimana perekayasa teknologi bisa memastikan bahwa konten dan materialnya terbuka untuk orang dengan berbagai ragam fisik dan latar belakang? Bisakah sebuah penemuan bisa ditemukan menggunakan teknologi baru yang akan membuka dunia bagi masyarakat difabel? Semua itu adalah pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh perekayasa teknologi untuk ikut andil menciptakan aksesibilitas sebagai bagian dari nilai desain inklusif.
Sebuah organisasi nirlaba dari Inggris bernama
Ability.org menulis pada laman resminya tentang prediksi desain inklusif di masa depan dengan bantuan teknologi. Artikel yang berjudul The future of inclusive design: From AI wheelchairs to smart caption glasses mengangkat beberapa rekayasa teknologi yang berkontribusi pada dunia yang lebih aksesibel dan inklusif, yang sudah harus mulai untuk dipikirkan oleh setiap insan masyarakat.
Materi kuliah yang aksesibel
Dengan misi mengembangkan sumber daya manusia yang unggul untuk generasi emas 2045, para perekayasa teknologi Indonesia harusnya sudah mulai memikirkan untuk menyiapkan rekayasa teknologi yang membuat sistem pengajaran perguruan tinggi menjadi semakin inklusif. Upaya ini sudah dilakukan oleh sebuah rekayasa teknologi bernama Blackboard Ally.
Blackboard Ally membantu institusi pendidikan untuk menyediakan lingkungan pembelajaran di universitas dan membantu meningkatkan pengalaman mahasiswa dalam mengontrol materi kuliah mereka dengan prinsip aksesibilitas dan berkualitas. Blackboard Ally bisa diinstal pada perangkat digital kepunyaan kampus atau individu dan membantuk mengecek permasalah aksesibilitas dan menemukan format aksesibilitas alternatif dengan menggunakan bantuan Machine Learning Algorithm.
Blackboard Ally akan menemukan format alternatif seperti audio, HTML yang mobile-friendly, ePub (electronic publication), braille elektronik dan versi terjemahan yang bisa digunakan bagi mahasiswa sebagai bahan kuliah mereka. Salah satu kampus yang sudah menggunakan teknologi ini adalah California State University. Sayangnya, kampus-kampus di tanah air belum ada yang mencoba untuk menggunakan aplikasi teknologi ini dalam pembelajaran mahasiswa.
Kursi roda dengan kecerdasan buatan
Ada pula rekayasa teknologi kursi roda yang bisa digerakkan dengan kecerdasan buatan. Rekayasa ini sedang coba dikembangkan oleh Imperial College London. Projek ini mengombinasikan teknologi yang tersedia saat ini, seperti sistem eye-tracking dan laptop dengan kursi roda elektrik.
Kursi roda dengan kecerdasan buatan ini akan menggunakan sebuah sensor bernama LiDAR (Light Detection and Ranging) yang berbasis sinar infrared dan biasa digunakan pada mobil yang auto-pilot dengan membuat peta dengan sudut pandang 360 derajat dari penggunanya. Sistem eye-tracker mengumpulkan informasi dari gerakan mata yang akan menuntun k