[KBR|Warita Desa] Pada 2 Oktober 2009 UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia. Sejak saat itu pula, 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional.
"Kerajinan batik terjalin erat dengan identitas budaya masyarakat Indonesia. Melalui makna simbolik, warna, dan desainnya, (batik) mengekspresikan kreativitas dan spiritualitas mereka," kata UNESCO dalam situs resminya.
Dengan status sebagai warisan budaya dunia, UNESCO pun berharap kerajinan batik bisa terus dilestarikan.
"Pengajaran keterampilan membatik tradisional tak hanya bisa memberi rasa bangga kepada generasi muda, tetapi juga mendorong pemberdayaan ekonomi," tegas UNESCO lagi dalam putusan rapatnya.
Limbah Batik Cemari Sungai
Tak seperti yang disebut UNESCO, pada kenyataannya batik bukan cuma soal identitas budaya, kreativitas, atau ekonomi saja.
Di daerah-daerah sentra produksinya, kerajinan batik juga menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan secara masif.
Menurut studi Iys Syabilla Rusda dari Universitas Diponegoro (2015), dampak pencemaran limbah batik sudah terasa sejak tahun 2000-an di Pekalongan, Jawa Tengah, sentra produksi batik terbesar di Indonesia.
"Laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan dari tahun 2006–2010 pada umumnya mengalami peningkatan. Namun, itu berdampak pada pencemaran lingkungan. Banyak industri batik yang membuang limbahnya ke sungai," jelas Syabilla dalam laporannya.
Di kesempatan lain, peneliti LIPI Iskandar Zulkarnaiin juga pernah memaparkan dampaknya.
"Akibat pencemaran ini (limbah batik), ekosistem sungai dan pesisir menjadi terganggu sehingga mengancam potensi sumber protein seperti ikan, kerang, dan lainnya yang rentan terhadap pencemaran," jelas Iskandar, seperti dilansir situs resmi LIPI.
Masalah serupa juga banyak dilaporkan terjadi di Solo, Kulonprogo, Bogor, dan berbagai daerah sentra produksi batik lainnya, dengan tingkat pencemaran berbeda-beda.
Satu Dekade Hari Batik Nasional
Sampai hari ini, di satu dekade peringatan Hari Batik Nasional, masalah pencemaran limbah batik belum tuntas teratasi.
Bahkan Bupati Pekalongan Asip Kholbihi, baru mulai melarang pengusaha batik dan konveksi membuang limbah ke sungai pada Senin pekan lalu (23/9/2019).
"Kami akan berusaha agar sungai-sungai di daerah tetap bersih dan bening, tetapi usaha batik maupun konveksi tetap lancar. Selama ini ada pandangan, apabila sungainya kotor maka rezeki (perajin) menggelontor," kata Asip, seperti dilansir Antara, Senin (23/9/2019).
Asip juga menyatakan rencana untuk membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL), serta membentuk BUMD khusus pengelolaan limbah mulai tahun 2020 nanti.
"Oleh karena itu, kami mohon ada kerja sama dengan para pengusaha batik maupun konveksi, agar membuang sisa limbah ke tempat yang sudah ada, yaitu IPAL," katanya lagi.
Oleh : Adhi Ahdiat
Editor: Rony Sitanggang
Rubrik Berita ini, adalah hasil kerjasama website desa mojowarno dengan jaringan berita KBR8H Jakarta, yang dipublikasikan secara merata di seluruh Indonesai. Sehingga isi dan konten yang ada, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari KBR8H.